Sarasehan Diversifikasi Ekonomi Daerah Kaya Sumber Daya Alam oleh Article 33 Indonesia

0
37

 

Pada 27 dan 28 Februari 2024 lalu, Article 33 Indonesia didukung oleh Kemendagri dan FORD Foundation telah menyelenggarakan kegiatan sarasehan mengenai diversifikasi ekonomi di daerah kaya Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia. Kegiatan ini dihadiri secara luring dan daring oleh 90 peserta di hari pertama, dan sebanyak 47 peserta di hari kedua. Peserta berasal dari berbagai lembaga seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan NGO skala Nasional maupun NGO Lokal yang ada di daerah kaya SDA di Indonesia. 

Pada hari pertama (27/02/2024), kegiatan mencakup dua sesi diskusi yang merinci berbagai aspek dan tantangan dalam mengembangkan keberagaman ekonomi di tingkat regional. 

Keynote Speaker, Plt. Deputi Bidang Pengembangan Regional, Ibu Tri Dewi Virgiyanti:

Jika melihat dari pertumbuhan pendapatan negara saat ini yang masih pada titik 5%, Indonesia baru akan masuk menjadi negara maju di tahun 2041 pada titik 6% untuk proyeksi threshold high income. Hal ini, dapat dilakukan apabila Indonesia bisa keluar dari middle income trap. Maka, dibutuhkan transformasi ekonomi dengan dorongan dari berbagai sektor. Bappenas dalam menyusun RPJMN memperhatikan potensi dari setiap wilayah, beberapa contoh dorongan yang telah dilakukan dalam diversifikasi ekonomi pada wilayah Bali, Papua, Sumsel, dan lain-lain. Di masa pandemi COVID-19 sebagai contoh provinsi Bali mengalami penurunan ekonomi yang sangat jauh dikarenakan PDRB yang ditopang oleh sektor pariwisata. Dari hal tersebut, penting dilakukan diversifikasi ekonomi berbasis SDA dan kearifan lokal agar pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dan resilience.

Hasil Riset Article 33 Indonesia: 

Riset yang dilakukan oleh Article 33 Indonesia menyoroti urgensi diversifikasi ekonomi sebagai langkah kritis untuk menjaga stabilitas perekonomian dalam menghadapi guncangan, meningkatkan peluang investasi, dan mengurangi ketergantungan pada satu sektor tertentu. Meskipun awalnya dilakukan di daerah kaya SDA, kini banyak daerah lain yang perlu melakukan diversifikasi untuk mengurangi risiko ketergantungan. Dalam konteks global, Indonesia memiliki peluang baik untuk diversifikasi, meskipun masih dihadapkan pada tantangan yang signifikan. Disisi lain, regulasi di tingkat Pusat sudah mulai memberikan dorongan, tetapi implementasinya belum maksimal di tingkat daerah.

Diskusi Sesi 1: 

Pada sesi pertama, diskusi difokuskan pada arah diversifikasi, terutama dalam konteks ekonomi hijau. Namun, ditemukan perbedaan pemahaman mengenai diversifikasi, serta kebutuhan untuk mengatur dan mendorong diversifikasi ekonomi secara menyeluruh agar tidak stagnan. Contoh nyata dari Sumatera Selatan menunjukkan upaya mendorong diversifikasi meski masih pada sektor primer. Komunitas lokal dan Indigenous Peoples and Local Communities (IPLC) memahami manfaatnya, tetapi mekanisme turunan masih perlu diperjelas. Diskusi juga menyoroti kurangnya insentif non-fiskal yang relevan.

Diskusi Sesi 2: 

Sesi kedua menyoroti peta jalan ekonomi hijau yang telah dimiliki oleh hampir semua daerah, meskipun masih perlu optimalisasi. Ketergantungan yang tinggi pada sektor tertentu menjadi tantangan utama, dengan beberapa daerah memiliki hingga 70% pekerjaan terfokus pada satu sektor. Upaya hilirisasi sebagai langkah diversifikasi produk, meski positif, masih memiliki kerentanan. Tantangan utama yang muncul adalah kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak selaras dengan sektor baru, serta mitigasi fluktuasi ekonomi saat perubahan sektor.

 

Pada hari kedua (28/02/2024), kegiatan diskusi diselenggarakan secara lebih intensif dengan membahas isu utama dan rekomendasi penguatan diversifikasi ekonomi, serta bagaimana peran berbagai pihak dalam mendukung penguatan diversifikasi ekonomi tersebut.

 

Dalam diskusi ini, peran penting NGO dan masyarakat sipil sebagai katalisator dan fasilitator dalam mendorong diversifikasi ekonomi di daerah menjadi sorotan utama karena dianggap memiliki kemampuan untuk memobilisasi sumber daya, menghubungkan berbagai pemangku kepentingan, serta menyediakan pendampingan teknis yang diperlukan untuk mempercepat proses diversifikasi. Selain itu, diskusi ini menyoroti pentingnya pemahaman akan timing yang tepat dalam memulai diversifikasi ekonomi, terutama setelah mengetahui tren penurunan pendapatan dari sektor migas. Meskipun decline migas adalah hal yang pasti, memilih waktu yang tepat untuk memulai diversifikasi menjadi kunci keberhasilan.

 

Selain itu, kolaborasi antar daerah juga menjadi fokus pembahasan yang penting. Piloting diversifikasi ekonomi yang berhasil di suatu daerah bisa diaplikasikan di daerah lain melalui aksi bersama dan collective action. Dalam konteks ini, peran NGO sebagai inisiator dan fasilitator kolaborasi diapresiasi sebagai langkah penting untuk memperkuat diversifikasi ekonomi di berbagai daerah. Diskusi juga menyoroti pentingnya pemahaman akan kemampuan dan potensi ekonomi lokal serta perlunya adanya data yang akurat untuk memandu keputusan strategis dalam implementasi diversifikasi ekonomi. Dengan demikian, kerjasama lintas sektor dan pendekatan yang terintegrasi menjadi kunci dalam merumuskan langkah-langkah menuju pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di berbagai daerah.


Dari kegiatan sarasehan ini, dapat disimpulkan bahwa diversifikasi ekonomi memerlukan kolaborasi lintas sektor dan pendekatan yang terintegrasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, NGO, sektor swasta, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya. Perlunya penyesuaian strategi dengan kondisi dan potensi ekonomi lokal serta pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya diversifikasi ekonomi untuk mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

CommsPub