[FKP] Royalti dan Perhitungan Biaya atas Aktivitas Tambang

0
465

Pada 9 Juni 2017, Article 33 Indonesia menyelenggarakan diskusi melalui FKP (Forum Kajian Pembangunan) di Hotel Swiss-Belresidences Kalibata. FKP merupakan hasil konsorsium yang terdiri dari berbagai institusi di Indonesia, bekerja sama dengan Proyek Indonesia yang berada di bawah naungan Crawford School of Public Policy – ANU College of Asia & the Pacific – institusi yang menyelenggarakan serangkaian forum kebijakan penelitian berbasis membahas hasil penelitian yang berkaitan dengan isu-isu topik kebijakan tertentu di Indonesia. Lembaga-lembaga yang tergabung dalam konsorsium secara bergiliran setiap bulan untuk menjadi tuan rumah forum. Forum ini bebas dan terbuka untuk umum. Untuk Bulan Juni ini, Article 33 Indonesia menjadi tuan rumah untuk kegiatan diskusi tersebut. Tema kali ini adalah Royalti dan Perhitungan Biaya atas Aktivitas Tambang.
Royalti sektor pertambangan telah dipertimbangkan menjadi sumber penerimaan negara dan daerah. Keberadaan royalti dan sifatnya yang jangka panjang dengan tingkat kepastian yang tinggi telah menjadikan skema pembayaran oleh perusahaan tambang tersebut dianggap sebagai langkah yang tepat, namun memiliki polemik. Skema royalti menjadi beban bagi pengusaha tetapi tidak tampak berkontribusi pada perbaikan lingkungan yang rusak akibat aktivitas tambang.
Pembicara pertama Kanti dari Article 33 Indonesia menunjukkan bahwa upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan belum disertai kajian berimbang terkait beban kerusakan lingkungan yang perlu ditanggulangi, padahal lebih dari separuh izin pertambangan berada pada wilayah dengan nilai jasa ekosistem tinggi.
Sementara itu, beban biaya kesehatan dan akses terhadap air minum yang harus ditanggung oleh masyarakat sekitar kawasan tambang akan lebih besar daripada yang ditanggung oleh masyarakat sekitar kawasan non-tambang, sebagaimana dihitung dari data statistik kesehatan oleh pembicara kedua, Sandy J Maulana dari Article 33 Indonesia.
Octa Fredi, mahasiswa program MPKP FEB UI sebagai pembicara ketiga menjelaskan metode penetapan nilai kerugian lingkungan yang telah direkomendasikan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan memperbandingkan kewajiban-kewajiban pemulihan lingkungan yang telah diterapkan kepada perusahaan tambang di negara lain.