SERI WEBINAR DISKUSI PUBLIK: PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN DI ERA COVID-19

0
212

Telah diadakan Diskusi Publik oleh Article 33 Indonesia pada tanggal 20 Mei 2020. Diskusi Publik ini merupakan Diskusi Publik lanjutan yang sebelumnya telah dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2019. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa saat ini seluruh dunia sedang dilanda pandemic yang cukup membahayakan yaitu virus COVID-19. Pada bulan Maret minggu pertama, Indonesia telah menemukan kasus pertama COVID-19. Oleh karena itu, berbeda dengan Diskusi Publik sebelumnya, Diskusi Publik kali ini memiliki fokus pembahasan mengenai Pengembangan Kawasan Perbatasan di Era COVID-19.

Diskusi Publik kali ini dihadiri oleh 2 narasumber yaitu Risfan Munir selaku peneliti Article 33 Indonesia yang akan membahas mengenai hasil akhir studi Peningkatan Peran Kecamatan dalam Pengembangan Kawasan Perbatasan dan Suhajar Diantoro selaku Plt. Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan yang akan membahas mengenai kondisi Kawasan Perbatasan di Era COVID-19. Selain itu, Diskusi Publik ini juga dihadiri oleh Wijanarko Setiawan, selaku Analis Kebijakan Ahli Utama Kemenko PMK sebagai moderator diskusi.
Sesi pertama diisi oleh Risfan Munir dengan pembahasan mengenai hasil studi akhir dan sedikit gambaran kondisi wilayah studi di era COVID-19. Dalam paparannya, terdapat beberapa saran rekomendasi yang dapat diterapkan oleh pemerintah agar pengembangan Kawasan perbatasan bisa berjalan lebih optimal seperti:

  1. Penyelesaian permasalahan Infrastruktur untuk pengembangan Kawasan perbatasan yang lebih masif dari sebelumnya. Permasalahan infrastruktur hingga saat ini masih terjadi di Kabupaten TTU, dimana jalan raya masih belum siap untuk digunakan. Selain itu, Kabupaten Serdang Bedagai sebagai perbatasan laut dapat meminimalisir tantangan alam yaitu laut dengan melaksanakan pembangunan dermaga, bangunan penahan ombak, dan pengerukan muara sungai. Terlebih, pengentasan masalah tersebut dapat dilakukan dari tingkat terendah yaitu Desa.
  2. Menggunakan Kecamatan Lokpri sebagai poros Kawasan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan sarana pusat kegiatan pelayanan. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan relasi (kemudahan akses dan distribusi layanan) antar Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).
  3. Fokus kepada pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat, baik kelompok kegiatan ekonomi, kelompok perempuan, hingga kelompko seni-budaya agar kehadiran Lokpri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dibutuhkan juga kerjasama antara pusat dengan Desa seperti sosialisasi rencana pembangunan Lokpri dalam Musrenbang Desa, Musrenbang Kecamatan, dan Bumdes. Terakhir mengenai pemberdayaan kelompok masyarakat dan desa, disarankan kepada antar Desa untuk membentuk “Kawasan Perdesaan” agar permasalahan dan tujuan dari daerah tersebut secara luas dapat dikerjakan bersama.
  4. Mengenai kelembagaan, beberapa rekomendasi adalah dibentuknya tim percepatan pembangunan, peningkatan peran kecamatan dalam pembangunan Kawasan kecamatan seperti menjadi coordinator pelaksanaan pembangunan, hingga saran Bappeda untuk lebih afirmatif dan memberkan perhatian khusus kepada Standar Pelayanan Minimum terutama di Kawasan Lokpri.

Sesi kedua diisi oleh Suhajar Diantoro dengan pemaparan mengenai kondisi pengembangan Kawasan perbatasan di era COVID-19. Pada awal pembahasan, Suhajar Diantoro menjelaskan mengenai apa saja pembangunan yang telah dilaksanakan di Kawasan perbatasan, selain itu juga dipaparkan mengenai apa yang akan dibangun dalam 5 tahun kedepan secara detail dengan mencantumkan anggaran-anggaran dan fokus kegiatan. Mengenai Pandemi, prioritas pembangunan memang sedikit bergeser yang awalnya anggaran diberikan penuh untuk pembangunan menjadi sebagian diberikan untuk mempertahankan kestabilan ekonomi. Namun selain prioritas pembangunan, hal terpenting lain adalah tentang ekonomi masyarakat yang lebih terdampak negatif dibandingkan Kawasan non-perbatasan, karena Kawasan perbatasan memiliki relasi dan ketergantungan yang cukup kuat dengan negara lain yang berbatasan sehingga saat ada pandemic dan kebijakan penutupan perbatasan dibentuk, maka perekonomian cukup terguncang. Dampak terbesar dengan terganggungnya arus keluar masuk penduduk diluar Indonesia adalah pasar yang aktivitasnya sangat berkurang yang berdampak kepada tidak dapat dijualnya hasil bumi, hingga perdagangan barang dan jasa yang terganggu.
Jika ditarik kesimpulan, pembangunan perbatasan memang masih memiliki kendala yang cukup besar terutama koordinasi antar wilayah, kebijakan yang belum maksimal, hingga infrastruktur yang menghambat. Selain itu, pemerintah daerah yang belum terlalu berfokus kepada Kawasan perbatasan juga memperparah keadaan. Beberapa Kendala tersebut saat ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19. Namun, pemerintah saat ini sedang dan telah melakukan segala upaya untuk dapat meredam guncangan perekonomian di Kawasan perbatasan yang menjadi salah satu Kawasan paling terdampak atas pandemic COVID-19.